Menyingkap Kabut Penghalang Mata Hukum
Beberapa hari ini beredar cerita tentang adanya perempuan yang tewas mengenaskan di sebuah rumah kosong. Bukan hanya seorang, tapi beberapa orang. Polisi belum menemukan bukti apapun tentang pembunuhan tersebut, sampai-sampai mahasiswa di fakultas hukum salah satu universitas terkemuka di negeri ini turun tangan untuk menelusuri kejadian berulang tersebut. Sebut saja, itu sebagai ujian yang diberikan oleh profesor kepada mahasiswanya.
“Mencurigakan sekali, lagi-lagi perempuan yang tewas. Pelaku itu pastilah sangat hebat sampai-sampai tidak meninggalkan jejak,” ucap Mina yang tengah berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk memecahkan masalah pembunuhan tersebut.
“Benar. Mengapa selalu perempuan yang jadi sasarannya? Dan mengapa harus rumah kosong itu jadi tempat eksekusinya?” tambah David.
Rumah kosong itu terletak tidak terlalu jauh dari perumahan warga. Namun rumah itu di kelilingi oleh pagar tembok yang tinggi kecuali bagian depan. Halaman rumah luas yang tidak terurus dan bangunan tua yang sudah dipenuhi semak belukar. Terkesan angker bila dilihat dari luar. Jelas tak ada kehidupan manusia di sana. Terlebih malam hari. Tak ada orang yang dengan sukarela memperhatikan rumah itu.
Suatu malam, entah itu beruntung atau malah celaka, seorang pria paruh baya tidak sengaja melihat seorang wanita dan lelaki memasuki rumah kosong itu. Dengan mengumpulkan segenap keberanian, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mendekat secara sembunyi-sembunyi. Keesokan harinya pria itu langsung mencari kelompok mahasiswa yang dibicarakan orang-orang mengurus masalah ini.
“Saya memberanikan diri karena setelah cerita pembunuhan itu mencuat, anak-anak saya selalu ketakutan jika sedang di rumah, apalagi malam hari. Saya ingin masalah ini segera menemukan titik terang,” ucap pria paruh baya yang kini tengah berkumpul dengan kelompok mahasiswa.
“Ini foto yang berhasil saya tangkap.” Pria itu memberikan flashdisk berisi beberapa file foto.
Mahasiswa yang ada di dalam ruangan tersebut fokus memperhatikan foto-foto itu, “Aneh, rasanya dia tidak asing,” kata David sembari mengerutkan kening.
“Memang, dia sangat tidak asing. Apalagi wajah itu. Walau sedikit buram, namun rasanya orang yang kukenal. Tapi siapa?”
Mereka semakin dilanda penasaran, sehingga memutuskan untuk menginvestigasi tempat peristiwa naas itu terjadi. Namun sial. Permintaan investigasi mereka ditolak oleh polisi. Dan yang membuat mahasiswa itu lebih geram, kasus sekeji itu akan ditutup dengan alasannya yang terkesan dibuat-buat dan tidak masuk akal. Apa mereka buta hukum? Tentu tidak, kelompok mahasiswa tersebut yakin bahwa polisi itu sangat tahu dan bahkan hafal semua aturan berkaitan hukum.
David dan teman-temannya tidak akan menyerah. Mereka akhirnya melapor pada professor yang memberikan mereka tugas untuk mengusut kasus tersebut. Akhirnya profesor mereka, Prof. Yohan, akan ikut turun tangan membantu memecahkan masalah tersebut. Prof. Yohan dulunya dikenal sebagai jaksa yang paling ditakuti. Sifatnya yang selalu mementingkan dan memilih keadilan untuk para korban yang kasusnya banyak ditutup dengan semena-mena, membuat ia harus merelakan jabatannya sebagai jaksa. Sehingga, ia kini hanya mengabdikan diri sebagi professor di fakultas hukum.
“Prof, apakah bukti foto ini cukup untuk menangkap pelaku?” David menyodorkan laptop yang menampilkan beberapa foto. Yohan hanya mengangguk sambil tetap memainkan pulpen dengan kedua jarinya. Aneh memang, tapi itu sudah menjadi kebiasaannya ketika sedang berpikir keras.
“Bawa saksi yang menyerahkan foto itu untuk menghadap ke saya!” Hanya itu yang keluar dari mulut sang profesor. David mengangguk paham. Ia mengajak teman sekelompoknya untuk bergegas mencari pria paruh baya yang memberi bukti itu. Ketika sampai di rumah warga yang paling dekat dengan rumah kosong yang diyakini sebagai rumah pemberi bukti, mereka menemukan kondisi rumah yang sepi. Dan di halaman depan rumahnya terdapat berdera kecil berwarna kuning. Fakta yang kelompok mahasiswa tersebut dapatkan adalah pria paruh baya tersebut telah meninggal di hari yang sama ketika pria itu bertemu dengan mereka.
Beberapa hari kemudian, beredar aturan dari rektor universitas bahwa mahasiswa hukum tidak boleh ikut campur dalam kasus kejahatan apapun tanpa persetujuan pihak kampus dan pihak polisi. Itu artinya mereka dilarang melanjutkan penyingkapan kasus pembunuhan itu, sebab polisi pun sudah menutup kasusnya. Dengan adanya aturan tersebut Yohan dan mahasiswanya memutuskan untuk tetap menyelidikinya secara diam-diam.
“Saya setuju, Prof. Kasus ini harus tetap ada yang menyelidiki. Supaya pelaku tertangkap dan mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Kita harus mencari keadilan untuk para korban!” ucap Mina dengan menggebu-gebu.
Ketika jam menunjukkan pukul dua dini hari, Mina keluar dari kamarnya bermaksud ke toilet. Mina terpaksa keluar meski sangat malas, sebab di asramanya hanya disediakan toilet umum. Di lorong, saat akan kembali ke kamar, ia tak sengaja melihat laki-laki dan perempuan berjalan sedikit terburu-buru ke arah tangga yang menuju lantai dua asrama. Dua orang tersebut seperti sedang bertengkar sebab sang perempuan berjalan dengan sedikit diseret oleh laki-laki itu. Mina merasa perlu mengikuti mereka sebab ini asrama perempuan. Untuk apa mereka datang ke asrama perempuan? Di lorong ujung asrama lantai dua, laki-laki dan perempuan tersebut terlibat cekcok. Namun Mina tak mendengar dengan jelas, sebab ia sembunyi agak jauh di balik dinding setelah tangga.
Mina terkejut hingga badannya lemas dan akan jatuh ke lantai, untungnya tubuh Mina ditahan oleh David yang ada di belakang Mina.
“Kau sedang apa di sini? Kukira apa, tiba-tiba ada makhluk di belakang,” bisik Mina kepada David sambil menetralkan detak jantungnya.
“Aku melihat dia jalan bolak-balik di depan asrama perempuan, sangat mencurigakan. Aku memperhatikannya sampai akhirnya dia ketemu dengan perempuan itu, lalu aku mengikutinya sampai sini.” jelas David lirih.
David dan Mina kembali mengintip ke balik dinding tersebut, tapi, kedua orang itu sudah tidak terlihat di ujung lorong. Mina dan David langsung mencari kedua orang tersebut. Mereka mengincar lelaki misterius itu, sial, David dan Mina kehilangan jejak.
Siang hari mahasiswa beraktivitas seperti biasa. Victoria salah satu mahasiswa hukum yang sekelompok dengan Mina dan David sedang berada di gedung rektorat. Ia yang juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bermaksud mengantar proposal yang harus ditandatangani oleh rektor ke ruang sekretariat rektor.
Brukk. Suara benda jatuh terdengar keras dari ruangan rektor. Victoria malah tertarik untuk menguping ke ruangan itu. “Kenapa sampai ketahuan oleh dua tikus Yohan? Jika kamu sampai tertangkap habis sudah”. Victoria langsung menutup mulut, “Apa maksud Pak Rektor?” pikirnya.
“Kalian semua harus berhati-hati, sebab bukan sembarang orang yang melakukan hal keji seperti ini terlebih dia bisa mengendalikan pihak-pihak tinggi, seperti kepolisian.” pernyataan Yohan membuat mahasiswanya semakin ingin segera menangkap pelaku. Mereka sangat yakin bahwa saat ini hukum sedang dipermainkan. Para penegak hukum yang harusnya membantu menegakkan keadilan mungkin sedang gelap mata, tertutup kabut yang diciptakan oleh orang yang lebih berkuasa.
Victoria berpikir sangat keras tentang apa yang ia dengar di ruang rektor. Ia curiga, sebab menyebut-nyebut ketahuan oleh dua orang yang berhubungan dengan profesornya. Ia berpikir mungkin ada hubungannya dengan cerita Mina dan David tentang apa yang terjadi tadi malam.
“Prof., teman-teman, sebenarnya ada yang mau aku ceritakan …,” mengalirlah cerita Victoria tentang kejadian di gedung rektorat. Tanpa memberikan tanggapan, Yohan langsung bergegas menuju ruang rektor. Dan ketika ia masuk, rektor tersebut terkejut dengan kedatangan Yohan, “Ahh Profesor Yohan ternyata,” Hans sangat gelagapan ketika berbicara dan tergesa-gesa menutup laptop di depannya.
Yohan berjalan ke arahnya, Hans tampak terlihat pucat dan dahinya sangat berkeringat. Lalu, Yohan mencekik Hans sampai dia susah bernafas, “Kau …! Kau yang akan mengaku atau saya yang akan membongkar semua sisi burukmu itu!” Cekikan Yohan semakin kuat dan Hans meminta agar Yohan melepaskan cekikannya itu.
Ketika Yohan mendengar cerita Victoria, benang kusut mengenai kasus pembunuhan itu seperti terurai satu persatu di otaknya. Ingatan tentang foto bukti yang mereka punya, tentang sosok dalam foto yang tidak asing. Ucapan Hans yang didengar Victoria. Juga ingatan bahwa Sang Rektor memiliki anak tunggal yang belum pernah ditemuinya, namun menurut cerita sangat mirip dengan Sang Ayah. Juga ingatan bahwa beredar rumor bahwa Si Anak Rektor memiliki kelainan. Semuanya menjalin satu benang lurus yang berhubungan. Sehingga ia bergegas menemui Sang Rektor.
“Saya mohon professor,” Hans telah mengakui siapa dalang di balik kasus pembunuhan itu sebab Yohan mendesaknya dengan fakta-fakta yang ia ketahui, “Saya mohon, anak itu bisa aku urus. Aku janji!” Hans sampai berlutut pada Yohan.
“Kau bilang diurus? Diurus dengan cara melancarkan aksinya! Dasar bajingan!” Yohan benar-benar tidak bisa menyembunyikan emosi sampai kemudian menyudutkan Hans dan akan mencekiknya kembali.
“Bukan, bukan begitu! Aku sudah mengurusnya. Namun belakangan dia menggila.”
“Kalau gila kenapa gak dimasukkan ke RSJ, brengsek!”
“Enggak, anakku gak gila! Mau ditaruh di mana mukaku kalau orang tahu anakku gila. Dia hanya punya kelakuan sedikit menyimpang.” teriak Hans sekuat tenaga dengan leher masih dalam cekikan Yohan.
Yohan melepaskan cekikannya dan menghempaskan tubuh Hans, “Oke, sampai ketemu di pengadilan kalau begitu,”
Setelah anaknya dan Yohan dilaporkan. Semua berita ramai membicarakan Sang Rektor dan anaknya yang keji. Banyak wartawan yang mendatangi Yohan dan mahasiswanya untuk mencari keterangan. Namun jawaban yang mereka dapatkan selalu sama, “Datanglah nanti ke persidangan jika ingin tahu kebenarannya.”
Setelah kasus ini berhasil muncul ke permukaan. Banyak keluarga korban yang mulai muncul untuk memberikan kesaksian dan menginginkan hukuman yang setimpal untuk pelaku.
“Vid, aku dapat laporan ada korban yang selamat dari anaknya Pak Hans” kata Mina sembari memberikan ponsel ke hadapan David. David tercengang dan memelototkan matanya pada layar ponsel itu, “Dia,” gumam David membuat Mina mengernyitkan dahinya.
“Dia? Dia siapa?” tanya Mina.
Hans bergegas pergi tanpa menjawab pertanyaan Mina. Mina yang bingung dengan sikap David hanya berteriak dan berusaha mengikutinya, “Vid, dia siapa?”.
“Kamu di mana? Hei! Jawab aku!” seru David dengan penuh nada emosi. Dia menggerutu dengan ponsel di telinganya. Mina yang melihat David emosi, mengikuti gerak-gerik David yang kini semakin membuat Mina penasaran, “Ah sial, kenapa David harus terburu-buru begitu sih?”
Ia menyerah dan langsung belok arah ke asramanya. Ketika Mina menuju kamarnya, ia tidak sengaja mendengar tangisan perempuan. Sebenarnya ia merasa sedikit takut, tetapi rasa curiga dan penasaran lebih kuat. Ia nekat mencari dalang di balik suara tangisan itu. Mina berjalan ke arah sumber suara sembari melirik ke sekeliling.
Mina terkejut dan langsung memeluk objek yang dilihatnya. Ia kaget juga penasaran. Teman sekelompoknya, Victoria, ditemukan menangis dengan penuh luka di tubuhnya. Mina langsung membawa Victoria ke kamarnya.
“Ayo minum dulu,” Mina mencoba menenangkan Victoria. Mina merasa geram kepada pelaku yang tega berbuat seperti ini kepada Victoria. Sehabis Victoria tenang, Mina memberanikan diri untuk bertanya. Tetapi ketika Mina melihat raut wajah Victoria yang begitu murung. Mina mengurungkan untuk mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di otaknya. Ia lebih memilih untuk mengobati luka yang ada di tubuh Victoria dahulu.
Keesokan harinya Mina bangun untuk bersiap pergi ke persidangan anaknya Hans, Tapi saat melihat sekeliling ia mengerutkan dahinya, “Kemana perginya Victoria, perasaan semalem tidur di sampingku deh.” Ia cek ke kamar Victoria, namun kondisinya masih seperti tadi malam dan Victoria tidak ada. Ia mencoba menghubungi ponsel Victoria, namun tak ada jawaban. Namun Mina tidak berpikir jauh, sebab ia sudah paham karakter Victoria yang selalu tiba-tiba pulang ke rumahnya jika ada masalah. Mina langsung mandi dan berganti pakaian untuk menyaksikan persidangan anak dari Sang Rektor universitasnya.
Suasana persidangan terasa begitu mencekam. Meski prosesi sidang belum dimulai. Hampir semua orang yang menyaksikan dipenuhi emosi yang sama, marah, dan mereka mengutuk Si Pelaku.
Ketika persidangan dimulai, masuklah beberapa orang dengan wajah penuh amarah, Victoria, Alyn dan David.
“Vid, ketemu Victoria di mana?” tanya Mina pada David yang duduk tepat di sampingnya. David meliriknya, “Di depan,”
“Dia?” ucap Mina sambil melirik perempuan yang juga datang bersama David tadi. David hanya menjawabnya dengan wajah penuh tanya. “Kok, bareng dia?” tambah Mina sambil mengayunkan lengan untuk menunjuk orang yang dimaksudnya.
“Alyn, sepupuku, Min,” jawaban David membuat pikiran Mina menerawang pada kejadian kemarin, “Pantas saja waktu itu David kaget dan begitu emosi,” pikir Mina.
Setelah persidangan berlangsung, Mina akhirnya tahu dalang di balik kondisi Victoria semalam. Victoria dan perempuan bernama Alyn sama-sama merupakan korban dari Jefran, anak dari Hans. Jefran mendekati korbannya dengan cara menjalin hubungan, pacaran. Setelah merasa dekat barulah ia mengeksekusi korban. Sungguh keji.
Hasil persidangan, Jefran dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Hukuman tersebut tidak akan memuaskan untuk keluarga korban dan perempuan-perempuan yang trauma akibat perbuatannya. Terlebih bagi mereka yang sudah kehilangan nyawa. Namun, setidaknya bisa memutus kemungkinan munculnya korban baru.
Hans juga dipecat dari jabatannya karena ulah anak dan dirinya sendiri. Ia yang telah melindungi anaknya melakukan perbuatan keji dan terbongkar pula bahwa ia terlibat beberapa kasus seperti penyuapan dan penggelapan dana. Hans pun merasakan hidup di sel tahanan seperti anaknya.
Sementara itu, Yohan dan kelompok mahasiswa yang bersama-sama mengungkap kasus tersebut kembali beraktivitas di kampusnya dengan pemimpin universitas yang baru. Mereka mendapatkan penghargaan dan pujian dari masyarakat karena kepedulian dan keberaniannya untuk mengusut kasus yang jelas-jelas polisi pun sudah menutupnya. Mereka akan terus berusaha menjadi orang hukum yang sadar hukum. Berjuang untuk membantu mereka yang tersakiti oleh hukum.